Hari Hujan
Gadis
itu bernama Lintang. Dia duduk di meja paling ujung dekat jendela. Pelan –
pelan diminumnya segelas coklat hangat yang di pesan tadi. Sembari menikmati
hujan dari jendela, Lintang mulai melamun. Sebenarnya pikiran Lintang tidak
setenang sikapnya saat ini. Dia sedang risau atas keputusan yang baru dia
tetapkan. Mencoba untuk tidak di pikirkan pun sulit. Selalu saja Lintang
memikirkan hal tersebut. Namun keputusannya sudah bulat. Dia akan melupakan
laki – laki itu.
Seorang
gadis memasuki kafe dan menghampiri Lintang. Pakaian gadis itu sedikit basah
karena hujan. Dia mengeringkan pakaiannya yang basah dengan saputangan. Setelah
selesai, dimasukannya saputangan itu ke dalam tas. Kedatangan gadis itu tidak
menyadarkan Lintang dari lamunannya. Si gadis kemudian menepuk bahu Lintang,
sahabat baiknya itu.
“Hey
kamu, jangan banyak melamun nanti cepet tua lho.” Kata Faiza sahabat Lintang.
“Enak
aja, kamu tuh datengnya lama. Aku jadi bosen deh. Gimana rapatnya tadi?
Lancar?”Tanya Lintang pada Faiza.
“Alhamdulillah
beres.” Faiza mengacungkan jempolnya. “Untung aja tadi ada Mas Raka yang
jelasin rencana divisi kita, jadi Si Bos terima – terima aja. Kayaknya Si Bos
bukan Cuma terima tapi juga seneng sama rencana kita.” Kata Faiza antusias.
“Selamat
ya selamat. Traktir ya.” Lintang menjabat tangan sahabatnya itu kemudian dia
menunjuk segelas coklat panas di hadapannya.
“Oke
kali ini aku lagi baik. Jadi aku traktir deh. Oya Tang, Mas Raka itu hebat
banget ya bisa buat Bos jadi yakin kayak gitu.” Faiza bercerita dengan semangat.
“Dia
pintar, rajin dan pandai bicara. Oya kamu tahu Mas Raka pernah membicarakan
tentang kamu di depan kami semua, saat
rapat divisi..” Kata Faiza.
Lintang
terkejut mendengar perkataan Faiza. Jika bukan sedang di kafe dan jika
sahabatnya itu tahu tentang perasaanya mungkin Lintang sudah mengguncang –
guncang tubuh Faiza untuk meminta penjelasan.
Lintang
memang menyukai laki – laki itu. Namanya Raka, mereka bertemu satu tahun yang lalu
saat Lintang baru saja diterima di perusahaan. Lintang berada di divisi
pemasaran sedangkan Raka di divisi desain dan perencanaan. Pertemuan mereka tidak di sengaja. Saat itu bahan bakar
motor Lintang habis beberapa meter dari perusahaan. Alat penunjuk bahan bakar
di motor Lintang sudah rusak, maka dia perlu sering – sering memeriksa tangki
bahan bakarnya. Itu semua harus dilakukan untuk memastikan motornya tidak mati
tiba – tiba. Tidak ada manusia yang sempurna dan itulah Lintang, meski ia
pandai bicara dan rajin, sifat pelupanya tidak kalah dominan. Sebelum berakhir
dengan mendorong sepeda motor, kebetulan ada seorang lelaki yang menawarkan
bantuan. Laki – laki itu mendorong sepeda motor Lintang hingga SPBU terdekat.
Kemudian laki – laki itu segera pamit karena terburu – buru ada urusan. Lintang
belum sempat menanyakan nama laki – laki itu.
Besoknya
Lintang bertemu dengan laki – laki itu. Benar dia adalah Raka. Mulailah rasa
suka itu tumbuh. Tanpa ada alasan khusus perasaan itu tumbuh begitu saja.
Lintang menyukai Raka. Laki – laki yang jarang menyapanya. Laki – laki yang
memanggil Lintang dengan nama depannya. Padahal bagi Lintang memanggil dengan
nama depan berarti dia tidak mengenal Lintang dengan baik. Laki – laki itu
adalah orang yang bahkan tidak melirik padanya ketika berpapasan di ruang data.
Laki – laki yang menghadirkan perasaan tidak karuan pada hati Lintang. Laki –
laki yang berkali – kali berusaha dilupakan Lintang.
“Mas
Raka pasti bilang nama depanku ya. Pasti dia sebut – sebut namaku Nadira gitu.”
Lintang mencoba menghapus harapannya. Dia sudah memutuskan untuk lupa. Baginya
perasaan yang tidak berbalas itu menyakitkan.
“Mas
Raka sebut nama panggilanmu kog. Dia panggil kamu Lintang gitu. Dia bilang
kalau bisa kami mencontoh kamu yang terampil berbicara di hadapan orang banyak.
Mas Raka juga bilang kamu rajin mengumpulkan data saat mengerjakan proyek, kami
juga harus mencontoh itu agar divisi bisa maju.” Kata Faiza sembari meminum
cappuccino yang tadi di pesannya.
Lintang
terdiam, dia memutar pelan gelas berisi coklat panas di hadapannya. Dia heran,
Raka memanggilnya Lintang dan bahkan memujinya. Selama ini Lintang selalu
mengira Raka tidak pernah memperhatikannya. Menurut penilaian Lintang Raka
tidak mengenalnya, dan hanya sebatas tahu saja kalau Lintang itu ada.
Sudah
beberapa kali Lintang ingin melupakan Raka, tapi terasa sulit. Sebenarnya bisa saja Lintang melupakan
Raka. Namun tidak tahu kenapa ketika Lintang ingin melupakannya selalu saja ada
hal spesial yang terjadi. Sehingga Lintang tidak bisa lupa.
Seperti
saat ini. Lintang tersenyum – senyum sendiri sembari memandang ke luar jendela.
Gadis dengan mata bulat itu tenggelam dalam pikirannya. Faiza sahabatnya asyik
bercerita tentang tas bermerek yang baru dibelinya. Lintang hanya mengangguk
sesekali, sedikit mendengarkan cerita sahabatnya. Akan tetapi pikiran gadis itu
tertuju pada satu orang, Raka. Lintang kembali jatuh, perasaannya kembali jatuh
pada Raka.
Di
luar jendela, hujan yang tadinya turun rintik – rintik menjadi lebih deras.
Orang – orang yang tidak menggunakan payung memutuskan untuk berteduh.
Sedangkan orang – orang yang membawa payung mempercepat langkah mereka, ingin
segera sampai tempat tujuan. Jalan raya sedikit lenggang tak banyak kendaraan
lalu lalang. Huajan terus turun semakin deras menebarkan aroma tanah yang basah
ke udara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar