Halaman

.

Selasa, 13 Agustus 2013

Hari Hujan



Hari Hujan



Gadis itu bernama Lintang. Dia duduk di meja paling ujung dekat jendela. Pelan – pelan diminumnya segelas coklat hangat yang di pesan tadi. Sembari menikmati hujan dari jendela, Lintang mulai melamun. Sebenarnya pikiran Lintang tidak setenang sikapnya saat ini. Dia sedang risau atas keputusan yang baru dia tetapkan. Mencoba untuk tidak di pikirkan pun sulit. Selalu saja Lintang memikirkan hal tersebut. Namun keputusannya sudah bulat. Dia akan melupakan laki – laki itu.

Seorang gadis memasuki kafe dan menghampiri Lintang. Pakaian gadis itu sedikit basah karena hujan. Dia mengeringkan pakaiannya yang basah dengan saputangan. Setelah selesai, dimasukannya saputangan itu ke dalam tas. Kedatangan gadis itu tidak menyadarkan Lintang dari lamunannya. Si gadis kemudian menepuk bahu Lintang, sahabat baiknya itu.

“Hey kamu, jangan banyak melamun nanti cepet tua lho.” Kata Faiza sahabat Lintang.

“Enak aja, kamu tuh datengnya lama. Aku jadi bosen deh. Gimana rapatnya tadi? Lancar?”Tanya Lintang pada Faiza.

“Alhamdulillah beres.” Faiza mengacungkan jempolnya. “Untung aja tadi ada Mas Raka yang jelasin rencana divisi kita, jadi Si Bos terima – terima aja. Kayaknya Si Bos bukan Cuma terima tapi juga seneng sama rencana kita.” Kata Faiza antusias.

“Selamat ya selamat. Traktir ya.” Lintang menjabat tangan sahabatnya itu kemudian dia menunjuk segelas coklat panas di hadapannya.

“Oke kali ini aku lagi baik. Jadi aku traktir deh. Oya Tang, Mas Raka itu hebat banget ya bisa buat Bos jadi yakin kayak gitu.” Faiza bercerita dengan semangat.

“Hmm, ya.” Lintang kemudian mengangguk.

“Dia pintar, rajin dan pandai bicara. Oya kamu tahu Mas Raka pernah membicarakan tentang kamu di depan kami semua, saat  rapat divisi..” Kata Faiza.

Lintang terkejut mendengar perkataan Faiza. Jika bukan sedang di kafe dan jika sahabatnya itu tahu tentang perasaanya mungkin Lintang sudah mengguncang – guncang tubuh Faiza untuk meminta penjelasan.

Lintang memang menyukai laki – laki itu. Namanya Raka, mereka bertemu satu tahun yang lalu saat Lintang baru saja diterima di perusahaan. Lintang berada di divisi pemasaran sedangkan Raka di divisi desain dan perencanaan. Pertemuan  mereka tidak di sengaja. Saat itu bahan bakar motor Lintang habis beberapa meter dari perusahaan. Alat penunjuk bahan bakar di motor Lintang sudah rusak, maka dia perlu sering – sering memeriksa tangki bahan bakarnya. Itu semua harus dilakukan untuk memastikan motornya tidak mati tiba – tiba. Tidak ada manusia yang sempurna dan itulah Lintang, meski ia pandai bicara dan rajin, sifat pelupanya tidak kalah dominan. Sebelum berakhir dengan mendorong sepeda motor, kebetulan ada seorang lelaki yang menawarkan bantuan. Laki – laki itu mendorong sepeda motor Lintang hingga SPBU terdekat. Kemudian laki – laki itu segera pamit karena terburu – buru ada urusan. Lintang belum sempat menanyakan nama laki – laki itu.

Besoknya Lintang bertemu dengan laki – laki itu. Benar dia adalah Raka. Mulailah rasa suka itu tumbuh. Tanpa ada alasan khusus perasaan itu tumbuh begitu saja. Lintang menyukai Raka. Laki – laki yang jarang menyapanya. Laki – laki yang memanggil Lintang dengan nama depannya. Padahal bagi Lintang memanggil dengan nama depan berarti dia tidak mengenal Lintang dengan baik. Laki – laki itu adalah orang yang bahkan tidak melirik padanya ketika berpapasan di ruang data. Laki – laki yang menghadirkan perasaan tidak karuan pada hati Lintang. Laki – laki yang berkali – kali berusaha dilupakan Lintang.

“Mas Raka pasti bilang nama depanku ya. Pasti dia sebut – sebut namaku Nadira gitu.” Lintang mencoba menghapus harapannya. Dia sudah memutuskan untuk lupa. Baginya perasaan yang tidak berbalas itu menyakitkan.

“Mas Raka sebut nama panggilanmu kog. Dia panggil kamu Lintang gitu. Dia bilang kalau bisa kami mencontoh kamu yang terampil berbicara di hadapan orang banyak. Mas Raka juga bilang kamu rajin mengumpulkan data saat mengerjakan proyek, kami juga harus mencontoh itu agar divisi bisa maju.” Kata Faiza sembari meminum cappuccino yang tadi di pesannya.

Lintang terdiam, dia memutar pelan gelas berisi coklat panas di hadapannya. Dia heran, Raka memanggilnya Lintang dan bahkan memujinya. Selama ini Lintang selalu mengira Raka tidak pernah memperhatikannya. Menurut penilaian Lintang Raka tidak mengenalnya, dan hanya sebatas tahu saja kalau Lintang itu ada.

Sudah beberapa kali Lintang ingin melupakan Raka, tapi terasa  sulit. Sebenarnya bisa saja Lintang melupakan Raka. Namun tidak tahu kenapa ketika Lintang ingin melupakannya selalu saja ada hal spesial yang terjadi. Sehingga Lintang tidak bisa lupa.

Seperti saat ini. Lintang tersenyum – senyum sendiri sembari memandang ke luar jendela. Gadis dengan mata bulat itu tenggelam dalam pikirannya. Faiza sahabatnya asyik bercerita tentang tas bermerek yang baru dibelinya. Lintang hanya mengangguk sesekali, sedikit mendengarkan cerita sahabatnya. Akan tetapi pikiran gadis itu tertuju pada satu orang, Raka. Lintang kembali jatuh, perasaannya kembali jatuh pada Raka.

Di luar jendela, hujan yang tadinya turun rintik – rintik menjadi lebih deras. Orang – orang yang tidak menggunakan payung memutuskan untuk berteduh. Sedangkan orang – orang yang membawa payung mempercepat langkah mereka, ingin segera sampai tempat tujuan. Jalan raya sedikit lenggang tak banyak kendaraan lalu lalang. Huajan terus turun semakin deras menebarkan aroma tanah yang basah ke udara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar