Halaman

.

Minggu, 18 Agustus 2013

Seorang Ayah



Seorang Ayah
Ini bukan tentang ayah kandung saya, tapi ini tentang seorang laki – laki yang entah kenapa sosoknya terasa seperti Ayah bagi saya. Laki – laki ini seperti seorang Ayah meskipun kelakuannya sering menyebalkan dan begitu usil. Seorang laki – laki yang memberi kenangan menyenangkan walau hanya sebentar.

Pertama bertemu, ketika saya menjadi seorang anak baru yang ingin memasuki sebuah organisasi besar di fakultas. Saat itu ada beberapa tugas, salah satunya mewawancarai kakak senior di organisasi. Ketika itu giliran saya dan beberapa orang yang belum saya kenal datang untuk mewawancarai orang itu. Orang itu dari awal sudah terlihat memiliki kharisma, ya dia berkharisma. Namun kesan seram, galak, dan menakutkan itu lebih terasa daripada kharismanya.

Waktu bergulir beberapa bulan, jarang berurusan dengan orang itu. Saya tidak terlalu mengenalnya. Hingga saat pemilihan ketua tiba. Saat itu saya tidak terlalu mengerti tentang siapa saja yang dicalonkan. Hanya tahu mereka, tapi tidak terlalu mengenal sifatnya. Ada seorang kakak yang berkata pada saya untuk memilih laki – laki itu. Dia adalah orang berpotensi, sebelumnya dia akan ditempatkan di universitas tapi karena fakultas membutuhkan maka ditarik kembali ke fakultas begitulah kata kakak itu. Saya hanya mengiyakan, mendengarkan. Toh saya belum mengenal orang itu. Saya mengikuti proses seleksi pemilihan ketua, maklumlah anak baru suka ingin tahu. Akhirnya tahu sedikit tentang para calon, dan saya menentukan pilihan saya.

Akhirnya seorang ketua terpilih, benar laki – laki itu menjadi seorang ketua. Organisasi mulai kembali bangun setelah beristirahat saat pemilu. Aktivitas berjalan, mulai mengenal kepala departemen yang baru dan mulai menjalankan program kerja yang sudah menunggu. Awalnya ketua organisasi kami terasa jauh, jarang mengajak kami anak baru mengobrol. Rasanya dengan ketua ada jarak yang begitu jauh.

Waktu kembali bergulir, program kerja terus berjalan. Saya lupa bagaimana semua berawal mungkin karena kepala biro saya. Saya menjadi lebih sering berada di sekertariat, melakukan banyak hal yang menyenangkan dan bersama teman – teman yang juga tak kalah menyenangkannya. Tahu – tahu laki – laki itu memulai dengan ejekan – ejekannya. Sepertinya prinsip untuk membangun kedekatan menurut orang itu dengan cara ejekan dan celaan, ya begitulah dia. Begitulah dia, pun menjadi begitulah mereka dan sepertinya menular menjadi begitulah kami.

Kedekatan mulai terbangun dengan laki – laki itu, dengan teman – teman seangkatan juga. Menyenangkan sekali. Menghabiskan waktu sore bersama. Duduk – duduk di depan sekertariat, bercanda, dan mengobrol.

Orang itu ya seperti apa dia adanya. Tegas dan suka bercanda juga suka mengejek. Dia memberikan targetan – targetan yang sepertinya sulit di capai, Akan tetapi dengan target tersebut kami secara tidak langsung jadi terpacu dalam mengerjakan program kerja. Ada saat suatu ketika dia berkeliling mengawasi kami yang sedang berada di departemen untuk presentasi. Waktu itu sedang berlangsung acara pelatihan pembelajar sukses mahasiswa baru di teknik. Dia berkeliling – keliling membawa sebuah tongkat yang lumayan panjang. Laki – laki itu dengan senangnya mengatakan dia akan memukul departemen yang presentasinya tidak bagus. Kami hanya tertawa – tawa saja saat dia berkeliling. Bagaimana mungkin seorang ketua sebuah organisasi besar di fakultas jalan berkeliling dengan membawa tongkat di tangan. Begitulah – begitulah dia.

Sosok seorang ayah yang mengingat anak – anaknya. Entah kenapa menurutku itu tergambar ketika dia datang ke sekertariat membawa sekotak roti sebagai balas jasa karena telah menjadi pembicara dalam acara – acara. Kami sering menyambutnya dengan senang, mungkin juga menyambut rotinya. Namun entah mengapa rasanya sepeti seorang ayah yang senantiasa teringat pada anak – anaknya. Dia megayomi, membuat kami nyaman dengan caranya. Memang sering dia menyebabkan perdebatan sering membawa suara – suara berisik. Dia orang yang suka bercerita, menyenangkan mendengar ceritanya tentang berita – berita atau mungkin informasi yang belum pernah saya dengar.

Jarak itu tidak terlalu jauh lagi. Bahkan mengejeknya adalah hal yang biasa. Saya tidak sungkan untuk melakukannya. Seperti itulah, hingga akhirnya cerita sampai pada ujungnya. Tidak tahu apakah cerita telah berakhir atau belum. Namun cerita tentang sosok ayah ini bergulir dan mencapai ujung. Dia adalah sosok seorang ayah, bukan ayah dalam arti sebenarnya. Akan tetapi entah kenapa terasa seperti ayah bagi saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar